this is our day..

•Oktober 29, 2009 • Tinggalkan sebuah Komentar

this is us....

selamat datang,,

•Oktober 12, 2009 • Tinggalkan sebuah Komentar

selamat datang di blog kelompok 8 Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran. Blog ini merupakan tugas akhir dari sistem Persepsi Sensori. berisi 4 makalah mengenai kasus-kasus kesehatan yang dapat terjadi pada kesehatan persespsi sensori yang meliputi mata dan telinga. Pada penjelasannya meliputi pengkajian, NCP, dan healt education, farmakologi, dan tambahan lainnya. Hasil dari diskusi ini diperoleh dari proses belajar dengan metode 7Jump.

Kasus 4 “Vertigo”

•Oktober 12, 2009 • Tinggalkan sebuah Komentar

Kasus4

Klien Tn. V (40 th) datang ke RS. Pengkajian yang diklakukan Ners Ana menemukan adanya: dizziness terutama saat bergerak, nistagmus, unstable, klien memiliki riwayat psikiatrik depresi disertai halusinasi neurosa cemas, dan fobia. Menurut keluarganya klien pernah mengalamimi insomnia dan bangun di pagi hari dengan disertai nyeri kepala hebat.

PEMBAHASAN

  1. 1. Pengertian beberapa istilah:
  • Nistagmus: tampak bola mata bergerak tidak terarur dengan komponen cepat dan lambat, dari kiri ke kanan, dari atas ke bawah, di luar kehendak (involuntary).
  • Neurosa cemas: Cemas yang berlebihan.
  • Unstable: tidak stabil/kehilangan keseimbangan.
  • Dizziness (kepeningan) : Perasaan ketidakseimbangan (disequilibrium), sensasi dari ketidakseimbangan (sensory disorientation), tidak disebabkan oleh penyakit telinga dalam.
  1. 2. Konsep penyakit

DEFINISI

Vertigo dapat digolongkan sebagai salah satu bentuk gangguan keseimbangan atau gangguan orientasi di ruangan. Perkataan vertigo berasal dari bahasa Yunani vertere yang artinya memutar Vertigo adalah perasaan seolah-olah penderita bergerak atau berputar, atau seolah-olah benda di sekitar penderita bergerak atau berputar, yang biasanya disertai dengan mual dan kehilangan keseimbangan.

Vertigo bisa berlangsung hanya beberapa saat atau bisa berlanjut sampai beberapa jam bahkan hari.

Penderita kadang merasa lebih baik jika berbaring diam, tetapi vertigo bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak bergerak sama sekali.

Benign Paroxysmal Positional Vertigo.

Benign Paroxysmal Positional Vertigo merupakan penyakit yang sering ditemukan, dimana vertigo terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari 1 menit.

Perubahan posisi kepala (biasanya terjadi ketika penderita berbaring, bangun, berguling diatas tempat tidur atau menoleh ke belakang) biasanya memicu terjadinya episode vertigo ini.

Penyakit ini tampaknya disebabkan oleh adanya endapan kalsium di dalam salah satu kanalis semisirkularis di dalam telinga bagian dalam.

Vertigo jenis ini mengerikan, tetapi tidak berbahaya dan biasanya menghilang dengan sendirinya dalam beberapa minggu atau bulan.

Tidak disertai hilangnya pendengaran maupun telinga berdenging.

KLASIFIKASI

Berdasarkan gejala klinisnya, vertigo dapat dibagi atas beberapa kelompok (2):

  1. Vertigo paroksismaL

Yaitu vertigo yang serangannya datang mendadak, berlangsung beberapa menit atau hari, kemudian menghilang sempurna; tetapi suatu ketika serangan tersebut dapat muncul lagi. Di antara serangan, penderita sama sekali bebas keluhan.

Vertigo jenis ini dibedakan menjadi :

  1. Yang disertai keluhan telinga ; termasuk kelompok ini adalah : Morbus Meniere, Arakhnoiditis pontoserebelaris, Sindrom Lermoyes, Sindrom Cogan, tumor fossa cranii posterior, kelainan gigi/ odontogen.
  2. Yang tanpa disertai keluhan telinga; termasuk di sini adalah : Serangan iskemi sepintas arteria vertebrobasilaris, Epilepsi, Migren ekuivalen, Vertigo pada anak (Vertigo de L’enfance), Labirin picu (trigger labyrinth).
  3. Yang timbulnya dipengaruhi oleh perubahan posisi, termasuk di sini adalah :
  • Vertigo posisional paroksismal laten,
  • Vertigo posisional paroksismal benigna
  1. Vertigo kronis

Yaitu vertigo yang menetap, keluhannya konstan tanpa serangan akut, dibedakan menjadi:

  1. Yang disertai keluhan telinga :

Otitis media kronika, meningitis Tb, labirintitis kronis, Lues serebri, lesi labirin akibat bahan ototoksik, tumor serebelopontin.

  1. Tanpa keluhan telinga :

Kontusio serebri, ensefalitis pontis, sindrom pasca komosio, pelagra, siringobulbi, hipoglikemi, sklerosis multipel, kelainan okuler, intoksikasi obat, kelainan psikis, kelainan kardiovaskuler, kelainan endokrin.

  1. Vertigo yang dipengaruhi posisi :
  • Hipotensi ortostatik
  • Vertigo servikalis
  1. Vertigo yang serangannya mendadak/akut, berangsur-angsur mereda, dibedakan menjadi :
    1. Disertai keluhan telinga :

Trauma labirin, herpes zoster otikus, labirintitis akuta, perdarahan labirin, neuritis n.VIII, cedera pada auditiva interna/arteria vestibulokoklearis.

  1. Tanpa keluhan telinga :

Neuronitis vestibularis, sindrom arteria vestibularis anterior, ensefalitis vestibularis, vertigo epidemika, sklerosis multipleks, hematobulbi, sumbatan arteria serebeli inferior posterior.

Ada pula yang membagi vertigo menjadi(2):

1. Vertigo Vestibuler: akibat kelainan sistem vestibuler.

2. Vertigo Non Vestibuler: akibat kelainan sistem somatosensorik dan visual.

PENYEBAB

Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan melalui organ keseimbangan yang terdapat di telinga bagian dalam.

Organ ini memiliki saraf yang berhubungan dengan area tertentu di otak.

Vertigo bisa disebabkan oleh kelainan di dalam telinga, di dalam saraf yang menghubungkan telingan dengan otak dan di dalam otaknya sendiri.

Vertigo juga bisa berhubungan dengan kelainan penglihatan atau perubahan tekanan darah yang terjadi secara tiba-tiba.

Penyebab umum dari vertigo:

  • Keadaan lingkungan

ü      Motion sickness (mabuk darat, mabuk laut)

ü      Obat-obatan

ü      Alkohol

ü      Gentamisin

  • Kelainan sirkulasi

ü      Transient ischemic attack (gangguan fungsi otak sementara karena berkurangnya aliran darah ke salah satu bagian otak) pada arteri vertebral dan arteri basiler

  • Kelainan di telinga

ü      Endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di dalam telinga bagian dalam (menyebabkan benign paroxysmal positional vertigo)

ü      Infeksi telinga bagian dalam karena bakteri

ü      Herpes zoster

ü      Labirintitis (infeksi labirin di dalam telinga)

ü      Peradangan saraf vestibuler

ü      Penyakit Meniere

  • Kelainan neurologis

ü      Sklerosis multipel

ü      Patah tulang tengkorak yang disertai cedera pada labirin, persarafannya atau keduanya

ü      Tumor otak

ü      Tumor yang menekan saraf vestibularis.

Menurut (Burton, 1990 : 170) yaitu :

a) Lesi vestibular

  • Fisiologik
  • Labirinitis
  • Menière
  • Obat ; misalnya quinine, salisilat.
  • Otitis media
  • “Motion sickness”
  • “Benign post-traumatic positional vertigo”

b) Lesi saraf vestibularis

  • Neuroma akustik
  • Obat ; misalnya streptomycin
  • Neuronitis vestibular

c) Lesi batang otak, serebelum atau lobus temporal

  • Infark atau perdarahan pons
  • Insufisiensi vertebro-basilar
  • Migraine arteri basilaris
  • Sklerosi diseminata
  • Tumor
  • Siringobulbia
  • Epilepsy lobus temporal

Menurut(http://www.kalbefarma.com)

1. Penyakit Sistem Vestibuler Perifer :

  • Telinga bagian luar : serumen, benda asing.
  • Telinga bagian tengah: retraksi membran timpani, otitis media purulenta akuta, otitis media dengan efusi, labirintitis, kolesteatoma, rudapaksa dengan perdarahan.
  • Telinga bagian dalam: labirintitis akuta toksika, trauma, serangan vaskular, alergi, hidrops labirin (morbus Meniere ), mabuk gerakan, vertigo postural.
  • Nervus VIII. : infeksi, trauma, tumor.
  • Inti Vestibularis: infeksi, trauma, perdarahan, trombosis arteria serebeli posterior inferior, tumor, sklerosis multipleks.

2. Penyakit SSP :

  • Hipoksia Iskemia otak. : Hipertensi kronis, arterios-klerosis, anemia, hipertensi kardiovaskular, fibrilasi atrium paroksismal, stenosis dan insufisiensi aorta, sindrom sinus karotis, sinkop, hipotensi ortostatik, blok jantung.
  • Infeksi : meningitis, ensefalitis, abses, lues.
  • Trauma kepala/ labirin.
  • Tumor.
  • Migren.
  • Epilepsi.

3. Kelainan endokrin: hipotiroid, hipoglikemi, hipoparatiroid, tumor medula adrenal, keadaan menstruasi-hamil-menopause.

4. Kelainan psikiatrik: depresi, neurosa cemas, sindrom hiperventilasi, fobia.

5. Kelainan mata: kelainan proprioseptik.

6. Intoksikasi.

GEJALA

  • Penderita merasa seolah-olah dirinya bergerak atau berputar; atau penderita merasakan seolah-olah benda di sekitarnya bergerak atau berputar.
  • Adanya nistagmus, dizziness (kepeningan )
  • Kelainan Sistem Saraf Otonom : pucat, peluh dingin, mual, muntah.
  • Berjalan sempoyongan seperti membelok, berdiri dan duduk tidak dapat tegak.
  • Kepala berat, nafsu makan berkurang, lelah, lidah pucat dengan selaput putih lengket, nadi lemah, nyeri kepala, penglihatan kabur, tinnitus, mulut pahit, mata merah, mudah tersinggung, lidah merah dengan selaput tipis.
  1. 3. Patofisiologi vertigo (terlampir)

  1. PENGKAJIAN+NCP+NUTRISI

PENGKAJIAN:

  1. a. Biodata

–         Nama: Tn. V

–         Umur : 40 tahun

  1. b. Anamnesa

1)      Keluhan utama

P: dizziness/pusing dirasakan terutama saat bergerak. Kaji lebih lanjut: kapan nyeri mulai dirasakan? Tindakan apa yang dapat dilakukan klien untuk mengurangi nyeri telinga klien? Tindakan apa yang dapat memperberat nyeri?

Q: kaji lebih lanjut: seperti apa nyeri yang dirasakan?apakah seperti ditusuk jarum?seperti diremas-remas?seperti dipukul palu?apakah berlangsung terus menerus atau intermitten? Pada pasien vertigo, biasanya rasa nyeri kepala/pusing yang dirasa adalah seperti sensasi berputar-putar, bisa berupa perasaan dirinya yang berputar (vertigo subjektif) atau lingkungannya yang berputar (vertigo objektif).

R: kaji lebih lanjut :dimana lokasi nyeri?apakah nyeri menyebar?apakah menggangu aktivitas? Pada pasien vertigo, biasanya nyeri yang dirasa adalah daerah kepala.

S: kaji lebih lanjut: berapa skala nyeri?

T: menurut keluarga klien, nyeri hebat akan terasa ketika bangun pagi jika mengalami insomnia pada malam harinya

2)      Riwayat kesehatan

v      Riwayat kesehatan sekarang

Dizziness (terutama saat bergerak), nistagmus, unstable. Klien memiliki riwayat psikiatrik depresi disertai halusinasi, neurosa cemas, dan fobia.

v      Riwayat kesehatan masa lalu

Klien pernah mengalami insomnia, dan bangun pada pagi hari dengan disertai nyeri kepala hebat.

v      Psiko-sosial

Klien mengalami depresi disertai halusinasi, neurosa cemas, dan fobia.

  1. c. Pemeriksaan fisik

Hasil pemeriksaan fisik: adanya dizziness terutama saat bergerak, nistagmus, unstable.

Pemeriksaan fisik lebih lanjut dapat dilakukan dengan cara:

v      Gerakan mata. Gerakan mata yang abnormal menunjukkan adanya kelainan fungsi di telinga bagian dalam atau saraf yang menghubungkannya dengan otak.

Nistagmus adalah gerakan mata yang cepat dari kiri ke kanan atau dari atas ke bawah.

Arah dari gerakan tersebut bisa membantu dalam menegakkan diagnosa. Nistagmus bisa dirangsang dengan menggerakkan kepala penderita secara tiba-tiba atau dengan meneteskan air dingin ke dalam telinga.

v      Untuk menguji keseimbangan, penderita diminta berdiri dan kemudian berjalan dalam satu garis lurus, awalnya dengan mata terbuka, kemudian dengan mata tertutup.

  1. d. Pemeriksaan diagnostic

Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik; tekanan darah diukur dalam posisi berbaring,duduk dan berdiri; bising karotis, irama (denyut jantung) dan pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa.
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada: Fungsi vestibuler/serebeler:
a. Uji Romberg : penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.
b. Tandem Gait : penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti.
Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan menyimpang, dan pada kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh.
c. Uji Unterberger. :Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.

d. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup.
Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.
e. Uji Babinsky-Weil
Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke depan dan lima langkah ke belakang seama setengah menit; jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan arah berbentuk bintang.

Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologis
Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau perifer.
a. Uji Dix Hallpike
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-kan ke belakang dengan cepat, sehingga kepalanya meng-gantung 45º di bawah garis horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45º ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.
Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue).
Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo ber-langsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).
b. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30º, sehingga kanalis semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air dingin (30ºC) dan air hangat (44ºC) masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150 detik).
Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional preponderance ke kiri atau ke kanan.Canal paresis ialah jika abnormalitas ditemukan di satu telinsga, baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga.
Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau n. VIII, sedangkan directional preponderance menunjukkan lesi sentral.
c. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.

Test pendengaran :

Test ini penting dalam menegakkan diagnosis lesi perifer. Vertigo yang disertai dengan kekurangan pendengaran biasanya disebabkan oleh lesi perifer, dan test yang dapat dilakukan ialah : (i) voice test/suara berbisik, (ii) test garputala : Rinne, Weber, Schwabach, (iii) audiometri : audiogram sangat penting untuk menegakkan diagnosis kelainan perifer.

  1. e. Pengkajian lebih lanjut

a. Aktivitas / Istirahat

  • Letih, lemah, malaise
  • Keterbatasan gerak
  • Ketegangan mata, kesulitan membaca
  • Insomnia, bangun pada pagi hari dengan disertai nyeri kepala
  • Sakit kepala yang hebat saat perubahan postur tubuh, aktivitas (kerja) atau karena perubahan cuaca.

b. Sirkulasi

  • Riwayat hypertensi
  • Denyutan vaskuler, misal daerah temporal
  • Pucat, wajah tampak kemerahan.

c. Integritas Ego

  • Faktor-faktor stress emosional/lingkungan tertentu
  • Perubahan ketidakmampuan, keputusasaan, ketidakberdayaan depresi
  • Kekhawatiran, ansietas, peka rangsangan selama sakit kepala
  • Mekanisme refresif/dekensif (sakit kepala kronik)

d. Makanan dan cairan

  • Makanan yang tinggi vasorektiknya misalnya kafein, coklat, bawang, keju, alkohol, anggur, daging, tomat, makan berlemak, jeruk, saus, hotdog, MSG (pada migrain).
  • Mual/muntah, anoreksia (selama nyeri)
  • Penurunan berat badan

e. Neurosensoris

  • Pening, disorientasi (selama sakit kepala)
  • Riwayat kejang, cedera kepala yang baru terjadi, trauma, stroke.
  • Aura ; fasialis, olfaktorius, tinitus.
  • Perubahan visual, sensitif terhadap cahaya/suara yang keras, epitaksis.
  • Parastesia, kelemahan progresif/paralysis satu sisi tempore
  • Perubahan pada pola bicara/pola pikir
  • Mudah terangsang, peka terhadap stimulus.
  • Penurunan refleks tendon dalam
  • Papiledema.

f. Nyeri/ kenyamanan

  • Karakteristik nyeri tergantung pada jenis sakit kepala, misal migrain, ketegangan otot, cluster, tumor otak, pascatrauma, sinusitis.
  • Nyeri, kemerahan, pucat pada daerah wajah
  • Fokus menyempit
  • Fokus pada diri sndiri
  • Respon emosional / perilaku tak terarah seperti menangis, gelisah.
  • Otot-otot daerah leher juga menegang, frigiditas vokal.

g. Keamanan

  • Riwayat alergi atau reaksi alergi
  • Demam (sakit kepala)
  • Gangguan cara berjalan, parastesia, paralisis
  • Drainase nasal purulent (sakit kepala pada gangguan sinus)

h. Interaksi sosial

  • Perubahan dalam tanggung jawab/peran interaksi sosial yang berhubungan dengan penyakit.

NCP / ASUHAN KEPERAWATAN

No.

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

Rasional

1. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan stress dan ketegangan, peningkatan intrakranial . Nyeri hilang atau berkurang Mandiri:

1)      Pantau tanda-tanda vital, intensitas/skala nyeri

2)      Anjurkan klien istirahat ditempat tidur

3)      Atur posisi pasien senyaman mungkin

4)      Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam

Kolaborasi :

1). Kolaborasi untuk pemberian analgetik.

  1. Mengenal dan memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan.
  2. Pasien dengan vertigo terkadang merasakan pusing berkurang ketika tidur.
  3. Posisi yang tepat mengurangi penekanan dan mencegah ketegangan otot serta mengurangi nyeri.
  1. Relaksasi mengurangi ketegangan dan membuat perasaan lebih nyaman

1. Analgetik berguna untuk mengurangi nyeri sehingga pasien menjadi lebih nyaman.

2. Koping individual tak efektif berhubungan dengan metode koping tidak adekuat. Koping individu menjadi lebih adekuat Mandiri :

1)      Kaji kapasitas fisiologis yang bersifat umum.

2)      Sarankan klien untuk mengekspresikan perasaannya.

3)      Berikan informasi mengenai penyebab sakit kepala, penenangan dan hasil yang diharapkan.

4)      Dekati pasien dengan ramah dan penuh perhatian, ambil keuntungan dari kegiatan yang dapat diajarkan.

  1. Mengenal sejauh dan mengidentifikasi penyimpangan fungsi fisiologis tubuh dan memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan
  2. klien akan merasakan kelegaan setelah mengungkapkan segala perasaannya dan menjadi lebih tenang
  3. agar klien mengetahui kondisi dan pengobatan yang diterimanya, dan memberikan klien harapan dan semangat untuk pulih.
  4. membuat klien merasa lebih berarti dan dihargai.
3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan informasi mengenal penyakitnya. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan. Mandiri :

1)      Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.

2)      Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.

3)      Diskusikan penyebab individual dari sakit kepala bila diketahui.

4)      Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.

5)      Diskusikan mengenai pentingnya posisi atau letak tubuh yang normal

6)      Anjurkan pasien untuk selalu memperhatikan sakit kepala yang dialaminya dan faktor-faktor yang berhubungan

  1. Megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
  2. Dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
  3. Untuk mengurangi kecemasan klien serta menambah pengetahuan klien tetang penyakitnya.
  4. Mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
  5. Agar klien mampu melakukan dan merubah posisi/letak tubuh yang kurang baik.
  6. Dengan memperhatikan faktor yang berhubungan klien dapat mengurangi sakit kepala sendiri dengan tindakan sederhana, seperti berbaring, beristirahat pada saat serangan.

  1. 5. FARMAKOLOGI

Pengobatan tergantung kepada penyebabnya.

Obat untuk mengurangi vertigo yang ringan adalah meklizin, dimenhidrinat, perfenazin dan skopolamin.

Skopolamin”>

Skopolamin terutama berfungsi untuk mencegah motion sickness, yang terdapat dalam bentuk plester kulit dengan lama kerja selama beberapa hari. Semua obat di atas bisa menyebabkan kantuk, terutama pada usia lanjut. Skopolamin dalam bentuk plester menimbulkan efek kantuk yang paling sedikit.

  1. 6. PERAN PERAWAT (ASPEK LEGAL DAN ETIK)
  • Autonomi : maksudnya adalah memberikan pilihan yang terbaik untuk pain tanpa harus memaksakan kehendak kita. Segala keputusan ada di pihak pasien. Perawat hanya menjelaskan baik dan buruk untuk pasien.
  • Nonmaleficience : Menghindari segala bahaya yang nantinya akan terjadi  kepada pasien.
  • Keadilan  : Perawat harus memperlakukan pasien dengan adil tanpa melihat pangkat atau jabatan dari si pasien. Semua pasen diperlakukan sama.
  • Kesetiaan : Memegang janji maksudnya menjaga kerahasiaan pasien.
  • Kerahasiaan : Menghormati informasi tertentu maksudnya perawat memberikan setiap informasi untuk pasien. Namun jika informasi itu ada yang harus dirahasiakan perawat harus mampu menyimpan informasi itu sebaik mungkin.
  • Tanggung jawab : Perawat harus mampu melaksanaan tugas yang diberikan sebaik mungkin.
  • Tanggung gugat : Selain tanggung jawab perawat juga memiliki rasa tanggung gugat maksudnya perawat harus mampu memberikan alasan atas tindakan yang ia lakukan ketika nanti jika ada pasien yang merasa bahwa tindakan perawat itu masih jauh dari maksimal.
  • Inform consent : Meminta persetujuan dari pasien ketika perawat akan melakukan setiap tindakan. Perawat juga harus mampu memberikan resiko potensial, keuntungan , alternatif dan keburukan yang akan terjadi kepada pasien. Serta perawat juga harus memberikan kebebasan untuk memilih kepada pasien.

Kasus 3 “Otitis Media Akut”

•Oktober 12, 2009 • Tinggalkan sebuah Komentar

KASUS 3 (OTITIS MEDIA AKUT)

Klien Tn. Om (20 th) datang ke RS dengan keluhan nyeri telinga, ketajaman pendengaran menurun. Hasil pengkajian perawat menunjukkan T=120/80 mmHg, S= 39 C, adanya tinnitus, otalgia, otore, vertigo, pusing, gatal pada telinga. Dengan otoskop tuba eustachius tampak bengkak, merah, suram. Klien punya riwayat ISPA lama. Klien merasa cemas, menarik dan malu pada lingkungan karena penyakitnya menimbulkan bau.

PEMBAHASAN

  1. A. Anatomi dan Fisiologi Telinga

  1. Telinga Luar (Auter Ear)
    1. Aurikula / daun telinga

Terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Berfungsi untuk menangkap gelombang suara dan mengarahkannya ke dalam MAE (Meatus Akustikus Eksterna)

    1. Meatus Akustikus Eksterna / Liang telinga luar

Panjang ± 2,5 cm, berbentuk huruf S, 1/3 bagian luar terdiri dari tulang rawan, banyak terdapat kelenjar minyak dan kelenjar serumen yang bersifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit

  1. Kanalis auditorius eksternus

Panjangnya sekitar 2,5cm, kulit pada kanlis mengandung kelenjar glandula seruminosa yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen. Serumen mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan pada kulit.kanalis auditorius eksternus akan berakhir pada membrane timpani.

  1. Telinga Tengah
    1. Membran Timpani / gendang telinga

Gendang telinga terdiri atas 3 lapis:

  1. Lapis luar (lanjutan kulit dari liang telinga)
  2. Lapis tengah (jaringan ikat yang lentur)
  3. Lapis dalam (selaput lendir).

Terdiri dari jaringan fibrosa elastis. Berbentuk bundar dan cekung dari luar. Terdapat bagian yang disebut pars flaksida, pars tensa, dan umbo. Refleks cahaya kea rah kiri jam tujuh dan jam lima ke kanan. Dibagi menjadi 4 kuadran, yaitu: atas depan, atas belakang, bawah depan, dan bawah belakang. Berfungsi menerima getaran suara dan meneruskannya ke tulang-tulang pendengaran.

    1. Tulang-tulang pendengaran

Terdiri dari maleus, incus, dan stapes. Berfungsi menurunkan amplitude getaran yang diterima membran timpani dan meneruskannya ke jendela oval.

    1. Cavum Timpani

Merupakan ruangan yang berhubungan dengan tulang mastoid sehingga bila terjadi infeksi pada telinga tengah dapat menjalar menjadi mastoiditis.

    1. Tuba Eustachius

Bermula di ruang timpani kea rah bawah sampai nasofaring. Struktur muosa merupakan lanjutan mukosa nasofaring. Tuba dapat tertutup pada kondisi peningkatan tekanan suara secara mendadak, dan terbuka saat menelan dan bersin. Berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan udara di luar dan di dalam telinga tengah

  1. Telinga Dalam
    1. Koklea

Skala vestibule yang berhubungan dengan vestibular berisi perylimph. Skala timpani yang berakhir pada jendela bulat, berisi perylimph. Skala media/duktus koklearis berisi endolimph. Dasar skala vestibule disebut membran basalis, dimana terdapat organ corti dan sel rambut sebagai organ pendengaran.

    1. Kanalis Semisirkularis

Terdiri dari 3 duktus yang masing-masing berujung pada ampula (sel rambut, krista, kupula), yang berikatan dengan system keseimbangan tubuh dalam rotasi.

    1. Vestibula

Terdiri dari sakulus dan utrikel yang mengandung macula. Berkaitan dengan system keseimbangan tubuh dalam hal posisi.

Fisiologi Pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandigan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang akan menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relative antara membran basalis dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.

(tambahan anfis: ari + aan)

  1. B. Konsep Penyakit Otitis Media Akut

Isti: dbagi 4 :supuratif, nonsupuratif…..

Kuman penyebab utama pada OMA adalah bekteri piogenik, seperti Streptokokus hemolitikus, Stafilokokus aureus, Pnemokokkus. Kadang-kadang ditemukan juga Haemofilus influenza, Echeuria colli, Streptokokus anhelolitikus, Proteus vulgaris dan Pseudomonas aurugenosa. Selain itu, OMA juga dapat terjadi karena reaksi alergi.

Stadium OMA

Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi menjadi 5 stadium:

  1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius

Tanda adanya oklusi tuba eustachius ialah adanya gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negative di dalam telinga tengah, karena adanya absorpsi udara. Kadang-kadang membran timpani tampak normak (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.

  1. Stadium Hiperemis

Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis atau edema. Secret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.

  1. Stadium Supurasi

Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) kea rah liang telinga luar. Pada keadaan ini, pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat.

  1. Stadium Perforasi

Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi rupture membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Pasien yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan pasien dapat tidur nyenyak.

  1. Stadium Resolusi

Bila membran timpani tetap utuh maka keadaan membran timpani perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi maka secret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan.

Berdasarkan usia: Ari

Anak lebih mudah terserang otitis media disbanding orang dewasa karena beberapa hal, yaitu:

  • Sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan
  • Saluran eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek sehingga ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah.
  • Adenoid (salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam kekebalan tubuh) pada anak relative lebih besar disbanding orang dewasa. Posisi adenoid berdekatan dengan muara saluran Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu terbukanya saluran Eustachius. Selain itu, adenoid sendiri dapat terinfeksi dimana infeksi tersebut kemudian menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.

PATOFISIOLOGI klik link berikut..

part 1

part 2

  1. C. Tes Diagnostik
  2. Tes suara bisik

Caranya ialah dengan membisikkan kata-kata yang dikenal penderita dimana kata-kata itu mengandung huruf lunak dan huruf desis. Lalu diukur berapa meter jarak penderita dengan pembisiknya sewaktu penderita dapat mengulangi kata-kata yang dibisikan dengan benar. Pada orang normal dapat mendengar 80% dari kata-kata yang dibisikkan pada jarak 6 s/d 10 meter. Apabila kurang dari 5 – 6 meter berarti ada kekurang pendengaran. Apabila penderita tak dapat mendengarkan kata-kata dengan huruf lunak, berarti tuli konduksi. Sebaliknya bila tak dapat mendengar kata-kata dengan huruf desis berarti tuli persepsi. Apabila dengan suara bisik sudah tidak dapat mendengar dites dengan suara konversasi atau percakapan biasa. Orang normal dapat mendengar suara konversasi pada jarak 200 meter.

  1. Tes Garpu Suara

Dengan garpu suara frekuensi 64, 128, 256, 512, 1024, 2048 dan 4096 hz, dibunyikan dengan cara tertentu lalu disuruh mendengarkan pada orang yang dites. Bila penderita banyak tak mendengar pada frekuensi rendah berarti tuli konduksi. Bila banyak tak mendengar pada frekuensi tinggi berarti tuli persepsi. Kemudian dengan garpu suara frekuensi 256 atau 512 hz dilakukan tes-tes Rinne Weber dan Schwabach sehingga lebih jelas lagi apakah tuli penderita dibagian konduksi atau persepsi.

  1. Tes dengan Audiometer

Hasil dari tes pendengaran dengan audiometer ini digambar dalam grafik yang disebut audiogram. Apabila pemeriksaan dengan audiometer ini dilakukan, tes-tes suara bisik dan garpu suara tak banyak diperlukan lagi, sebab hasil audiogram lebih lengkap. Dengan audiometer dapat dibuat 2 macam audio-gram :

  • ·Audiogram nada murni (pure tone audiogram)
  • ·Audiogram bicara (speech audiogram)

Dengan audiometer dapat pula dilakukan tes-tes :

v ·tes SISI (Short Increment Sensitivity Index), tes Fowler dimana dapat diketahui bahwa kelainan ada di koklear atau bukan.

v tes Tone Decay dimana dapat diketahui apakah kelainan dibelakang koklea (retro cochlear) atau bukan. Kelainan retro coklear ini misalnya ada tumor yang menekan N VIII Keuntungan pemeriksaan dengan audiometer kecuali dapat ditentukan dengan lebih tepat lokalisasi kelainan yang menyebabkan ketulian juga dapat diketahui besarnya ketulian yang diukur dengan satu db (desibel).

  1. Tes dengan “Impedance”meter

Tes ini paling obyektif dari tes-tes yang terdahulu. Tes ini hanya memerlukan sedikit kooperasi dari penderita sehingga pada anak-anak di bawah 5 tahun pun dapat dikerjakan dengan baik. Dengan mengubah-ubah tekanan pada meatus akustikus ekterna (hang telinga bagian luar) dapat diketahui banyak tentang keadaan telinga bagian tengah (kavum timpani). Dari pemeriksaan dengan Impedancemeter dapat diketahui :

  • ·Apakah kendang telinga (membrana timpani) ada lobang atau tidak.
  • ·Apakah ada cairan (infeksi) di dalam telinga bagian tengah?
  • ·Apakah ada gangguan hubungan antara hidung dan telinga bagian tengah yang melalui tuba Eustachii.
  • ·Apakah ada perlekatan-perlekatan di telinga bagian tengah akibat suatu radang.
  • ·Apakah rantai tulang-tulang telinga terputus karena kecelakaan (trauma kepala) atau sebab infeksi.
  • ·Apakah ada penyakit di tulang telirigastapes (otosklerosis).
  • ·Berapa besar tekanan pada telinga bagian tengah.

Qzha: tes audiometric, otoskop,…

Ofi: tes bisik, jenis2 tuli, jenis frekuensi,…..

Ari: tambahan teknis, dari jauh ke dekat/ sebaliknya..

Klasifikasi frekuensi berdsarkan ISO dan ASA

ISO 1964 (dB)

ASA 1951 (dB)

Normal

-10 – 26

-10 – 15

Ringan

27-40

16-29

Sedang

41-55

30-44

Sedang-berat

56-70

45-59

Berat

71-90

60-79

Sangat berat

> 90

> 80

Novi: tes arloji, tes garpu tala…

Timpanometri, yaitu untuk mengetahui keadaan dalam kavum timpani. Misalnya adanya cairan, gangguan rangkaian tulang pendengaran, kekakuan membran timpani, ataupun membran timpani yang lentur.

Adapun gambaran hasil timpanometri, yaitu:

  • Tipe A : normal
  • Tipe B : terdapat cairan di telinga tengah
  • Tipe C : terdapat gangguan fungsi tuba Eustachius
  • Tipe AD : terdapat gangguan rangkaian tulang pendengaran
  • Tipe As : terdapat kekakuan pada tulang pendengaran (otosklerosis)

Tes diagnostic dilakukan secara bertahap:

  1. Tes gesek
  2. Tes bisik
  3. Tes detik
  4. Garpu tala
  5. Audiogram

Sedangkan otoskop bukan untuk tes diagnostic, melainkan utnuk melakukan pemeriksaan fisik.

  1. D. Patofisiologi patofisiologi bagian 1 dan patofisiologi bagian 2
  2. E. Pengkajian
    1. Biodata

– Nama: Tn. Om

– Umur : 20 tahun

  1. Anamnesa

1) Keluhan utama

Keluhan nyeri telinga

P:kapan nyeri mulai dirasakan? Tindakan apa yang dapat dilakukan klien untuk mengurangi nyeri telinga klien? Tindakan apa yang dapat memperberat nyeri?

Q:seperti apa nyeri yang dirasakan?apakah seperti ditusuk jarum?seperti diremas-remas?seperti dipukul palu?apakah berlangsung terus menerus atau intermitten?

R:dimana lokasi nyeri?apakah nyeri menyebar?apakah menggangu aktivitas?

S:berapa skala nyeri?

T:saat kapan nyeri dirasakan?apakah pagi,siang,malam hari?

2) Riwayat kesehatan sekarang

keluhan nyeri telinga, ketajaman pendengaran menurun,adanya tinnitus, otalgia (Apakah pada telinga kiri/kanan dan sudah berapa lama.Nyeri alihan ke telinga dapat berasal dari rasa nyeri gigi, sendi mulut, tonsil, atau tulang servikal karena telinga di sarafi oleh saraf sensoris yang berasal dari organ-organ tersebut),otore (Apakah sekret keluar dari satu atau kedua telinga, disertai rasa sakit atau tidak dan sudah berapa lama.Sekret yang sedikit biasanya berasal dari infeksi telinga luar dan sekret yang banyak dan bersifat mukoid umumnya berasal dari teklinga tengah. Bila berbau busuk menandakan adanya kolesteatom. Bila bercampur darah harus dicurigai adanya infeksi akut yang berat atau tumor. Bila cairan yang keluar seperti air jernih harus waspada adanya cairan liquor serebrospina), pusing, vertigo(Apakah keluhan ini timbul pada posisi kepala tertentu dan berkurang bila pasien berbaring dan timbul lagi bila bangun dengan gerakan cepat. Apakah keluhan vertigo ini disertai mual, muntah, rasa penuh di telinga dan telinga berdenging yang mungkin kelainannya terdapat di labirin atau disertai keluhan neurologis seperti disentri, gangguan penglihatan yang mungkin letak kelainannya di sentral. Kadang-kadang keluhan vertigo akan timbul bila ada kekakuan pergerakan otot-oto leher. Penyakit DM, hipertensi, arteriosklerosis, penyakit jantung, anemia, kanker, sifilis, dapat menimbulkan keluhan vertigo dan tinitus.), gatal pada telinga, tuba eustakhius tampak bengkak, merah, suram.

3) Riwayat kesehatan masa lalu

Mempunyai riwayat ISPA lama

4) Pola kebiasaan sehari-hari

  1. Pemeriksaan fisik
  2. Pengkajian otoscope
  3. Pengkajian fungsi pendengaran

Dilakukan setelah pemeriksaan otoscope terhadap kedua telinga klien, test ini berguna untuk mengkaji terhadap ketajaman pendengaran klien, yang meliputi:

1) Tes bicara (tes suara)bisikan beberapa kata denagn jarak 30-60cm, kemudian klien harus mengulangi kata tersebut, kedua tes tersebut dilakukan pada kedua telinga klien.

2) Tes arloji

Detik jam digunakan untuk menguji ketajaman suara terhadap frekuensi tinggi, dengan cara: dekatkan jam pada masing-masing telinga denagn jarak 12,7 cm/5 inci lalu tanyakan pada klien, apakah ia dapat mendengar (normal : klien dapat mendengar)

3) Tes garputala

Tes ini berguna untuk membedakan apakah klien mengalami tuli konduktif atau tuli sensorineural.pemeriksaan ini memerlukan garputala dengan cara dipegang pada tangkainya dan diketukkan pada permukaan yang berpegas seperti punggung tanagn atau siku. Jangan mengetukan garputala pada ujung meja atau benda keras lainnya karena akan menghasilkan nada berlebihan dan dapat menyebabkan perubahan menetappada pola getar garputala tersebut. Jika dilakukan dengan benar dan teliti maka tes garputala dapat memberikan informasi penting. Terdapat berbagai macam tes garputala:

  1. Tes rinne
  2. Tes weber
  3. Tes bing
  4. Tes stenger

4) Audiometric

Digunakan untuk melihat telingan luar dan membrane timpani, tes ini lebih tajam danlebih akurat daripada otoscope,oleh karean itu perawat lebih mudah menggunakanya untuk mengkaji pendengaran.

Tes audiometrik.

Merupakan pemeriksaan fungsi untuk mengetahui sensitivitas (mampu mendengar suara) dan perbedaan kata-kata (kemampuan membedakan bunyi kata-kata), dilaksanakan dengan bantuan audiometrik.

Tujuan :

1. Menentukan apakah seseorang tidak mendengar.

2. Untuk mengetahui tingkatan kehilangan pendengaran.

3. Tingkat kemampuan menangkap pembicaraan.

4. Mengethaui sumber penyebab gangguan pada telinga media (gangguan konduktif) dari telinga tengah (sistem neurologi).

Pendengaran dapat didintifikasikan pada saat nol desibel naik sebelum seseorang mendengar suara frekuensi yang spesifik. Bunyi pada tik nol terdengar oleh orang yang pendengarannya normal. Sampai ke-20 db dianggap dalam tingakt normal

  1. F. Asuhan Keperawatan

Diagnosa keperawatan:

  1. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan nyeri
  2. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan perubahan persepsi sensori

Intervensi: ???

  1. G. Farmakologi

Qzha:…???

Walaupun sebagian besar kasus disebabkan oleh bakteri, hanya sedikit yang memerlukan antibiotic. Hal ini terjadi dikarenakan tanpa antibiotic, saluran Eustachius akan terbuka kembali sehingga bakteri akan tersingikr bersama lender. Jika memerlukan terapi, tergantung pada stadium penyakitnya.

  1. Stadium Oklusi

Pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kebali tuba Eustachius sehingga tekanan negative di telinga tengah hilang. Untuk ini diberikan obat tetes hidung. HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk yang berumur di atas 12 tahun dan pada orang dewasa.

  1. Stadium Hipepremi (Presupurasi)

Terapi pada stadium ini adalah antibiotika, obat tetes hidung, dan analgetik. Antibiotika yang dianjurkan adalah dari golongan penisilin atau ampisilin. Terapi awal diberikan penisilin intramuscular agar didapatkan konsentrasi yang adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis yang terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, dan kekambuhan. Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergiterhadap penisilin, maka diberikan eritromisin.

  1. Stadium Supurasi

Pada stadium supurasi di samping diberikan antibiotika, idealnya harus disertai dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh

  1. Stadium Perforasi

Pada stadium ini sering terlihat secret banyak keluar dan kadang terlihat keluarnya secret secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga H2O2 3% selam 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya secret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.

  1. Stadium Resolusi

Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan tampak secret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Pada keadaan demikian antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila 3 minggu setelah pengobatan secret masih tetap banyak, kemungkinan telah terjadi mastoiditis

  1. H. Penkes

Pencegahan

Karena OMA lebih sering terjadi pada anak-anak dan sering terjadi berulang maka perawat sebagai Community Organizing memberikan penyuluhan yang berhubungan dengan penyakit OMA. Beberapa hal yang dapat megurangi risiko OMA yaitu:

  • Pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak
  • Pemberian ASI minimal selama 6 bulan
  • Penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring
  • Penghindaran pajanan terhadap asap rokok.
  • Penghindaran pengeluaran mucus (ingus) dengan paksaan/tekanan yang berlebihan.
  • Jangan mengorek-ngorek liang telinga terlalu kasar karena dapat merobek membran timpani
  • Jika ada benda asing yang masuk, datanglah ke dokter untuk meminimalisasi kerusakan telinga yang terjadi
  • Jauhkan telinga dari suara keras
  • Menonton televise dan mendengarkan musik dengan volume normal
  • Lindungi telinga selama penerbangan
  • Mengunyah permen karet ketika pesawat berangkat dan mendarat dapat mencegah terjadinya perforasi membran timpani

  1. I. Komplikasi

Komplikasi yang serius adalah:

  • Infeksi pada tulang di sekitar telinga tengah (mastoiditis atau petrositis)
  • Labirintitis (infeksi pada kanalis semisirkuler)
  • Kelumpuhan pada wajah
  • Tuli
  • Peradangan pada selaput otak (meningitis)
  • Abses otak.

Tanda-tanda terjadinya komplikasi:

– sakit kepala

– tuli yang terjadi secara mendadak

– vertigo (perasaan berputar)

– demam dan menggigil.

Ofi: hal umum & jarang terjadi….

Nova: intracranial, ekstrakranial….

Kasus 2 “Konjungtivitis”

•Oktober 12, 2009 • Tinggalkan sebuah Komentar

KASUS 2

Seorang klien Ny.K (40 th) datang ke puskemas dengan keluhan mata terasa nyeri, gatal, dan merasa ada benda asing. Hasil pengkajian Ners Ema didapatkan data kelopak mata dan sekitarnya odema, konjugtiva hiperemis dan ada sekret mukopurulen, kornea tampak hiperemis dan S=390 C. T=130/80 mmH, Ny.K memiliki riwayat penyakit menular seksual, klien pernah memiliki bayi yang mengeluarkan kotoran dari matanya 1 hari – 2 minggu setelah bayi lahir. Kelopak mata anaknya membengkak, merah dan menangis bila ditekan. Perawat puskesmas biasa ditugaskan pada kelompok khusus yang beresiko tinggi PMS di masyarakat.

PEMBAHASAN

  1. A. ANATOMI KONJUNGTIVA

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang. Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :

– Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus.

– Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sclera di bawahnya.

– Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.

Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan sangat longgar dengan jaringan dibawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.

Konjungtiva bulbi superior paling sering mengalami infeksi dan menyebar kebawahnya.13

Histologi :

Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa.

Sel-sel epitel superficial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel superficial dan di dekat linbus dapat mengandung pigmen.

Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superficial) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.13

Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar krause berada di forniks atas, dan sedikit ada diforniks bawah. Kelenjar wolfring terletak ditepi atas tarsus atas.

  1. B. KONSEP KONJUNGTIVITIS

Klasifikasi konjungtivitis berdasarkan penyebabnya.

a.Konjungtivitis akut

Merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata. Disebabkan oleh gonococcus virus, clamidia, alergi,toksik atau moluskum kontagiosum.
Manifestasi yang muncul adalah hiperemi pada kongjungtiva, lakrimasi, eksudat dengan sekret yang lebih nyata dipagi hari, pseudoptosis akibat kelopak mata membengkak, mata seperti ada benda asing.

b.Konjungtivitis bakterial akut

Konjungtivitis bakterial akut merupakan bentuk konjungtivitis murni dan biasanya disebabkan oleh staphilococcus, streptococuss pnemonie, gonococcus, haemofiluss influenza, dan pseudomonas

c. Konjungtivitis blenore

Blenore neonaturum merupakan konjungtivitis pada bayi yang baru lahir. Penyebabnya adalah gonococ, clamidia dan stapilococcus.Konjungtivitis gonore Radang konjungtiva akut yang disertai dengan sekret purulen. Pada neonatus infeksi ini terjadi pada saat berada dijalan lahir. Pada orang dewasa penyakit ini didapatkan dari penularan penyakit kelamin pada kontak dengan penderita uretritis atau gonore
Manifestasi klinis yang muncul pada bayi baru lahir adanya sekret kuning kental, pada orang dewasa terdapat perasan sakit pada mata yang dapat disertai dengan tanda – tanda infeksi umum.

d. Konjungtiva difteri

Radang konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri difteri memberikan gambaran khusus berupa terbentuknya membran pada konjungtiva

e. Konjungtivitis angular

Peradangan konjungtiva yang terutama didapatkan didaerah kantus interpalpebra disertai ekskoriasi kulit disekitar daerah peradangan, kongjungtivitis ini disebabkan oleh basil moraxella axenfeld.
f. Konjungtivitis mukopurulen

Kongjungtivitis ini disebabkan oleh staphylococcus, pneumococus, haemophylus aegepty. Gejala yang muncul adalah terdapatnya hiperemia konjungtiva dengan sekret berlendir yang mengakibatkan kedua kelopak mata lengket, pasien merasa seperti kelilipan, adanya gambaran pelangi ( halo).

g. Blefarokonjungtivitis

Radang kelopak dan konjungtiva ini disebabkan oleh staphilococcus dengan keluhan utama gatal pada mata disertai terbentuknya krusta pada tepi kelopak

h.Konjungtivitis viral akut

Biasanya disebabkan oleh adenovirus atau suatu infeksi herpes simpleks. Infeksi ini biasanya terjadi bersama – sama dengan infeksi saluran pernafasan atas. Infeksi virus bisa sembuh dengan sendirinya setelah 3 minggu.
– Keratokonjungtivitis epidemik

Radang yang berjalan akut, disebabkan oleh adenovirus tipe 3,7,8 dan 19. konjuntivitis ini bisa timbul sebagai suatu epidemi. Penularan bisa melalui kolam renang selain dari pada wabah. Gejala klinis berupa demam dengan mata seperti kelilipan, mata berair berat

– Demam faringokonjungtiva

Kongjungtivitis demam faringokonjungtiva disebabkan infeksi virus. Kelainan ini akan memberikan gejala demam, faringitis, sekret berair dan sedikit, yang mengenai satu atau kedua mata. Biasanya disebabkan adenovirus tipe 2,4 dan 7 terutama mengenai remaja, yang disebarkan melalui sekret atau kolam renang.

– Konjungtivitis herpetik
Konjungtivitis herpetik biasanya ditemukan pada anak dibawah usia 2 tahun yang disertai ginggivostomatitis, disebabkan oleh virus herpes simpleks.

– Kongjungtivitis new castle
Konjungtivitis new castle merupakan bentuk konjungtivitis yang ditemukan pada peternak unggas, yang disebabkan oileh virus new castle. Gejala awal tibul perasaan adanya benda asing, silau dan berai pada mata, kelopak mata membengkak
i.Konjungtivitis jamur

Infeksi jamur jarang terjadi, sedangkan 50% infeksi jamur yang terjadi tidak memperlihatkan gejala. Jamur yang dapat memberikan infeksi pada konjungtivitis jamur adalah candida albicans dan actinomyces.
j.Konjungtivitis alergik

Konjungtivitis alergik merupakan bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap noninfeksi biasanya disebabkan oleh reaksi terhadap obat atau bahan toksik

k.Konjungtivitis kronis

Trakoma
Trakoma merupakan konjungtivitis folikular kronis yang disebabkan oleh chlamidia trachomatis, pasien akan mengalami gejala gatal pada mata, berair dan fotofobia.

Tanda dan Gejala

Secara umum pasien yang mengalami tanda dan gejala sebagai berikut ;

Mata merah, bengkak, sakit, panas, gatal dan seperti kelilipanBila infeksi bakteri maka akan terdapat rasa lengket, serta mukopurulen.Bila infeksi karena virus maka akan bersifat sangat mudah menular apalagi pada mata sebelahnya.

  1. C. KONSEP KONJUNGTIVIS GONORE

Gonore adalah gonokok yang ditemukan oleh Neisser pada tahun 1879, dan baru diumumkan tahun 1882, kuman tersebut termasuk dalam group Neisseria. Gonokok termasuk golongan diplokok berbentuk biji kopi berukuran lebar 0,8U dan panjang 1,6U, bersifat tahan asam dan Gram negatif, terlihat diluar dan didalam leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati dalam keadaan kering, tidak tahan suhu di atas 39°C dan tidak tahan zat desinfektan. Gonokok terdiri dari 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang mempunyai vili yang bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang tidak mempunyai vili yang bersifat nonvirulen, vili akan melekat pada mucosa epitel dan akan menimbulkan reaksi sedang. Gonore tidak hanya mengenai alat-alat genital tetapi juga ekstra genital. Salah satunya adalah konjungtiva yang akan menyebabkan konjungtivitis, penyakit ini dapat terjadi pada bayi yang baru lahir dari ibu yang menderita servisitis gonore atau pada orang dewasa, infeksi terjadi karena penularan pada konjungtiva melalui tangan dan alat-alat.

Etiologi

Neisseria gonorrhoeae.

Kuman gonokok ini termasuk kuman diplokokus aerobik yang sangat patogen, virulen, dan invasif.

1.Masa inkubasi 1-5 hari setelah timbul infeksi. Pada orang dewasa, berlangsung selama 6 minggu.

2.Ada tiga stadium perjalanan penyakit: stadium infiltratif,supuratif, dan penyembuhan.

3. Ciri stadium infiltratif:

a.Kelopak dan konjungtiva mata kaku disertai rasa sakit pada perabaan.

b.Kelopak mata membengkak dan kaku sehingga sukar dibuka.

c. Konjungtiva bulbi merah, kemotik (bengkak), dan menebal.

d.Khas pada orang dewasa: selaput konjungtiva bengkak dan menonjol, disertai gambaran hipertrofi papiler yang besar.

e.Umumnya menyerang satu mata (didahului mata kanan) terlebih dahulu dan biasanya dialami pria.

4.Ciri stadium supuratif:

a.Pada bayi, sekretnya kuning kental. Pada orang dewasa,sekretnya tidak kental sekali.

b. Bila sangat dini, sekret dapat serous, yang kemudian dapat menjadi kental dan purulen.

c. Terdapat pseudomembran yng merupakan kondensasi fibrin pada permukaan konjungtiva.

5. Pada stadium penyembuhan, semua gejala sangat berkurang.

Klasifikasi

Di klinik, penyakit ini terlihat dalam bentuk:

1. ophthalmia neonatorum (bayi berusia 1-3 hari)

2. konjungtivitis gonore infantum (usia lebih dari 10 hari)

3. konjungtivitis gonore adultorum

Patofisiologi

Konjungtiva adalah lapisan mukosa yang membentuk lapisan terluar mata. Iritasi apapun pada mata dapat menyebabkan pembuluh darah dikonjungtiva berdilatasi. Iritasi yang terjadi ketika mata terinfeksi menyebabkan mata memproduksi lebih banyak air mata. Sel darah putih dan mukus yang tampak di konjungtiva ini terlihat sebagai discharge yang tebal kuning kehijauan. 6

Perjalanan penyakit pada orang dewasa secara umum, terdiri atas 3 stadium :

1. Stadium Infiltratif.

Berlangsung 3 – 4 hari, dimana palpebra bengkak, hiperemi, tegang, blefarospasme, disertai rasa sakit. Pada konjungtiva bulbi terdapat injeksi konjungtiva yang lembab, kemotik dan menebal, sekret serous, kadang-kadang berdarah. Kelenjar preauikuler membesar, mungkin disertai demam. Pada orang dewasa selaput konjungtiva lebih bengkak dan lebih menonjol dengan gambaran hipertrofi papilar yang besar. Gambaran ini adalah gambaran spesifik gonore dewasa. Pada umumnya kelainan ini menyerang satu mata terlebih dahulu dan biasanya kelainan ini pada laki-laki didahului pada mata kanannya, 4,6,7

2. Stadium Supurativa/Purulenta.

Berlangsung 2 – 3 minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra masih bengkak, hiperemis, tetapi tidak begitu tegang dan masih terdapat blefarospasme. Sekret yang kental campur darah keluar terus-menerus. Pada bayi biasanya mengenai kedua mata dengan sekret kuning kental, terdapat pseudomembran yang merupakan kondensasi fibrin pada permukaan konjungtiva. Kalau palpebra dibuka, yang khas adalah sekret akan keluar dengan mendadak (memancar muncrat), oleh karenanya harus hati-hati bila membuka palpebra, jangan sampai sekret mengenai mata pemeriksa. 4,6,7

3. Stadium Konvalesen (penyembuhan). hipertrofi papil

Berlangsung 2 – 3 minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra sedikit bengkak, konjungtiva palpebra hiperemi, tidak infiltratif. Pada konjungtiva bulbi injeksi konjungtiva masih nyata, tidak kemotik, sekret jauh berkurang. 4,6,7

Pada neonatus infeksi konjungtiva terjadi pada saat berada pada jalan kelahiran, sehingga pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang sedang menderita penyakit tersebut. Pada orang dewasa penyakit ini didapatkan dari penularan penyakit kelamin sendiri.

Pada neonatus, penyakit ini menimbulkan sekret purulen padat dengan masa inkubasi antara 12 jam hingga 5 hari, disertai perdarahan sub konjungtiva dan konjungtiva kemotik. 2,4,5,6,8,10
Mikroorganisme (virus, bakteri, jamur), bahan alergen, iritasi menyebabkan kelopak mata terinfeksi sehingga kelopak mata tidak dapat menutup dan membuka sempurna, karena mata menjadi kering sehingga terjadi iritasi menyebabkan konjungtivitis. Pelebaran pembuluh darah disebabkan karena adanya peradangan ditandai dengan konjungtiva dan sclera yang merah, edema, rasa nyeri, dan adanya secret mukopurulent.

Akibat jangka panjang dari konjungtivitis yang dapat bersifat kronis yaitu mikroorganisme, bahan allergen, dan iritatif menginfeksi kelenjar air mata sehingga fungsi sekresi juga terganggu menyebabkan hipersekresi. Pada konjungtivitis ditemukan lakrimasi, apabila pengeluaran cairan berlebihan akan meningkatkan tekanan intra okuler yang lama kelamaan menyebabkan saluran air mata atau kanal schlemm tersumbat. Aliran air mata yang terganggu akan menyebabkan iskemia syaraf optik dan terjadi ulkus kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Kelainan lapang pandang yang disebabkan kurangnya aliran air mata sehingga pandangan menjadi kabur dan rasa pusing

dapat anda lihat bagannya di :

patofisiologi bagian 1 dan patofisiologi bagian 2

Gambaran Klinis

Manifestasi yang muncul adalah hiperemi pada kongjungtiva, lakrimasi (sekresi dan pengeluaran air mata), eksudat dengan sekret yang lebih nyata dipagi hari, pseudoptosis akibat kelopak mata membengkak, mata seperti ada benda asing.

Konjungtivitis gonore

Radang konjungtiva akut yang disertai dengan sekret purulen. Pada neonatus infeksi ini terjadi pada saat berada dijalan lahir. Pada orang dewasa penyakit ini didapatkan dari penularan penyakit kelamin pada kontak dengan penderita uretritis atau gonore
Manifestasi klinis yang muncul pada bayi baru lahir adanya sekret kuning kental, pada orang dewasa terdapat perasan sakit pada mata yang dapat disertai dengan tanda – tanda infeksi umum.

Keluhan-keluhan tersebut terjadi karena pembengkakan (edema) konjungtiva (bagian dalam kelopak mata: silahkan lihat gambar), serta pembesaran (hipertrofi) kelenjar di sekitar konjungtiva sehingga berasa seperti ada benda di dalam mata.

Kondisi ini membuat tangan tak kuasa untuk tidak mengucek-ucek, akibatnya makin bengkak, makin nyeri, makin lengkaplah penderitaan

* Konjungtiva berwarna merah (hiperemi) dan membengkak.

* Produksi air mata berlebihan (epifora)

* Kelopak mata bagian atas nampak menggelantung (pseudoptosis) seolah akan menutup akibat pembengkakan konjungtiva dan peradangan sel-sel konjungtiva bagian atas.

* Pembesaran pembuluh darah di konjungtiva dan sekitarnya sebagai reaksi nonspesifik peradangan.

* Pembengkakan kelenjar (folikel) di konjungtiva dan sekitarnya.

* Terbentuknya membran oleh proses koagulasi fibrin (komponen protein)

* Dijumpai sekret dengan berbagai bentuk (kental hingga bernanah)

Kasus pada bayi dan anak

Gejala subjektif : (-)

Gejala objektif :

Ditemukan kelainan bilateral dengan sekret kuning kental, sekret dapat bersifat serous tetapi kemudian menjadi kuning kental dan purulen. Kelopak mata membengkak, sukar dibuka (gambar 1) dan terdapat pseudomembran pada konjungtiva tarsal. Konjungtiva bulbi merah, kemotik dan tebal.

Kasus pada orang dewasa

Gejala subjektif :

Rasa nyeri pada mata.

Dapat disertai tanda-tanda infeksi umum.

Biasanya terdapat pada satu mata. Lebih sering terdapat pada laki-laki dan biasanya mengenai mata kanan.

Gambaran klinik meskipun mirip dengan oftalmia nenatorum tetapi mempunyai beberapa perbedaan, yaitu sekret purulen yang tidak begitu kental. Selaput konjungtiva terkena lebih berat dan menjadi lebih menonjol, tampak berupa hipertrofi papiler yang besar (gambar 2). Pada orang dewasa infeksi ini dapat berlangsung berminggu-minggu.

Penyulit

Penyulit yang didapat adalah tukak kornea marginal terutama di bagian atas, dimulai dengan infiltrat, kemudian pecah menjadi ulkus. Tukak ini mudah perforasi akibat adanya daya lisis kuman gonokok (enzim proteolitik). Tukak kornea marginal dapat terjadi pada stadium I atau II, dimana terdapat blefarospasme dengan pembentukan sekret yang banyak, sehingga sekret menumpuk dibawah konjungtiva palpebra yang merusak kornea dan hidupnya intraseluler, sehingga dapat menimbulkan keratitis, tanpa didahului kerusakan epitel kornea. Ulkus dapat cepat menimbulkan perforasi, edofthalmitis, panofthalmitis dan dapat berakhir dengan ptisis bulbi.

Pada anak-anak sering terjadi keratitis ataupun tukak kornea sehingga sering terjadi perporasi kornea. Pada orang dewasa tukak yang terjadi sering berbentuk cincin.


  1. a. PENGKAJIAN KLIEN DENGAN KASUS KONJUNGTIVITIS GONORE (KASUS2)

Biodata

Nama : Ny K

Jenis Kelamin : Perempuan

Riwayat Kesehatan

  • Riwayat Kesehatan Sekarang

Keluhan Utama : mata terasa nyeri, gatal, dan terasa ada benda asing.

P : dapat ditanyakan hal atau penyebab apa yang dapat memperparah keluhan yang dirasakan

klien?

Q : seberapa berat keluhan yang pasien rasakan, seperti apa keluhannya. Pada kasus klien

mengeluh mata terasa nyeri, gatal, dan terasa ada benda asing

R : pada daerah mana nyeri atau keluhan dirasakan ?

S : tanyakan pada klien seberapa berat keluhan atau nyeri yang dirasakan, berikan rentang antara 0- 10 ..

T : tanyakan kapan ataukah ada waktu tertentu keluhan yang klien rasakan semakin parah?

  • Riwayat Kesehatan Dahulu

Klien pernah mengalami penyakit menular seksual, dikaji juga mengenai riwayat penggunaan obat, alergi, operasi mata, dan trauma mata

  • Riwayat Kesehatan keluarga

Klien mempunyai bayi yang mengeluarkan kotoran seperti nanah di kelopak matanya, membengkak, merah dan menangis bila ditekan dan dalam keluarga terdapat penderita penyakit menular ( konjungtivitis )

Psiko-Sosial

Kaji apakah ada gangguan interaksi sosial semenjak klien menrasakan penyakitnya.

Spiritual

Kaji apakah klien mengalami gangguan melaksanakan rutinitas ibadahnya sehubungan dengan penyakit yang klien derita.

Pemeriksaan Fisik

DO : suhu : 390C, TD : 130/80 mmHg, terdapat secret purulen, edema, hiperemis,

DS : keluhan terasa nyeri, gatal, dan terasa ada benda asing

Pemeriksaan fisik ( Inspeksi ) untuk melihat keadaan struktural mata klien ( edema, hiperemis, sekret purulen )

Hasil:

  • Hiperemi konjungtiva yang terlihat nyata pada fornik dan mengurang kea rah limbus
  • Secret mukopurulen dan berlimpah pada infeksi bakteri, yang menyebabkan kelopak mata lengket saat bangun tidur
  • Edema konjungtiva

Pemeriksaan Laboraturium

  1. Pemeriksaan Giemsa/ pengecatan gram

Dapat dijumpai sel-sel radang polimorfonuklear, sel-sel morfonuklear, juga bakteri atau jamur penyebab konjungtivitis

Pemeriksaan Visus

Catat derajat pendangan perifer klien karena jika terdapat sekret yang menempel pada kornea dapat menimbulkan kemunduran visus.

Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan sediaan langsung sekret dengan pewarnaan gram atau Giemsa untuk mengetahui kuman penyebab dan uji sensitivitas untuk perencanaan pengobatan.

Untuk diagnosis pasti konjungtivitis gonore dilakukan pemeriksaan sekret dengan pewarnaan metilen biru, diambil dari sekret atau kerokan konjungtiva , yang diulaskan pada gelas objek, dikeringkan dan diwarnai dengan metilen biru 1% selama 1 – 2 menit. Setelah dibilas dengan air, dikeringkan dan diperiksa di bawah mikroskop. Pada pemeriksaan dapat dilihat diplokok yang intraseluler sel epitel dan lekosit, disamping diplokok ekstraseluler yang menandakan bahwa proses sudah berjalan menahun. Morfologi dari gonokok sama dengan meningokok, untuk membedakannya dilakukan tes maltose, dimana gonokok memberikan test maltose (-). Sedang meningokok test maltose (+).

Bila pada anak didapatkan gonokok (+), maka kedua orang tua harus diperiksa. Jika pada orang tuanya ditemukan gonokok, maka harus segera diobati. 3,4,7,9

Dibuat dengan sediaan apus sekret konjungtiva dengan pewarnaan biru metilen sehingga akan terlihat diplokok intraseluler (di dalam leukosit).

askep kasus 2 bag 1, askep kasus 2 bag 2, askep kasus 2 bag 3

G. Pengobatan dan terapi

Terapi:

  1. 1. Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih (direbus) atau dengan garam fiiologis setiap 15 menit. lalu diberi salep penisilin setiap 15 menit.Penisilin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk larutan penisilin G 10.000-20.000 unit/ml setiap 1 menit sampai 30 menit. lalu salep diberikan setiap 5 menit selama 30 menit. Disusul pemberian salep penisilin setiap 1 jam selama 3 hari.
  2. 2. Terapi yang dapat dilakukan meliputi pemberian antibiotika sistemik dan tropika misalnya berupa salep khusus untuk konjungtivis bakteri dengan fokus salep untuk bakteri tertentu kemudian diberikan juga bahan antiinflamasi, obat tetes , terapi irigasi mata, pembersihan kelopak mata dengan menggunakan air hangat / garam normal.

Pada umumya konjungtivis karena bakteri dapat di obati dengan sulfonamide atau antibiotic ( gentamycin 0,3%, chloramphenicol 0,5%, polimixin ). Gentamycin dan tobramycin sering disertai dengan reaksi hipersensitivitas local. Penggunaan aminoglikosida seperti gentamycin yang tidak teratur dan adekuat dapat menyebabkan resistensi organisme gram negative.

Farmakologi :

– Pengobatan dimulai bila terlihat pada pewarnaan Gram positif diplokok batang intraseluler dan sangat dicurigai konjungtivitis gonore.

– Pasien dirawat dan diberi pengobatan dengan penicillin, salep dan suntikan, pada bayi diberikan 50.000 U/kgBB selama 7 hari.

– Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih (direbus) atau dengan garam fisiologik setiap ¼ jam, kemudian diberi salep penisillin setiap ¼ jam. Penisillin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk larutan penisillin (caranya : 10.000 – 20.000 unit/ml) setiap 1 menit sampai 30 menit. Kemudian salep diberikan setiap 5 menit selama 30 menit., disusul pemberian salep penisillin setiap 1 jam selama 3 hari.

– Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokok.

– Pengobatan diberhentikan bila pada pemeriksan mikroskopik yang dibuat setiap hari menghasilkan 3 kali berturut-turut negatif.

– Pada pasien yang resisten terhadap penicillin dapat diberikan cefriaksone (Rocephin) atau Azithromycin (Zithromax) dosis tinggi. 4,8

Efek samping pengobatan

– Tetes nitrat Argenti yang diberi pada bayi baru lahir untuk mencegah infeksi gonore akan menyebabkan iritasi ringan, tapi akan sembuh dengan sendirinya satu sampai dua hari tanpa meninggalkan kerusakan menetap.

– Antibiotika topikal dapat menyebabkan reaksi alergi.

– Antibiotika oral dapat menyebabkan gangguan perut, ruam dan reaksi alergi.

H. Perawat sebagai community organizing

Dalam masyarakat berperan memberikan pendidikan mengenai penyakit yang berhubungan dengan kasus diatas. Contohnya pendidikan mengenai penyakit menular seksual, bagaimana caranya agar seseorang tidak mengalami sakit yang sama berulang-ulang karena kebiasaan yang dilakukannya, dengan melakukan pencegahan berupa :

  • Menghindari seks bebas (free sex).
  • Tidak melakukan Monogami.
  • Penggunaan kondom saat vaginal, oral maupun anal seks.

PENCEGAHAN LAIN:

  • Skrining dan terapi pada perempuan hamil dengan penyakit menular seksual.
  • Secara klasik diberikan obat tetes mata AgNO3 1% Segera sesudah lahir (harus diperhatikan bahwa konsentrasi AgNO3 tidak melebihi 1%).
  • Cara lain yang lebih aman adalah pembersihan mata dengan solusio borisi dan pemberian kloramfenikol salep mata.
  • Operasi caesar direkomendasikan bila si ibu mempunyai lesi herpes aktif saat melahirkan.
  • Antibiotik, diberikan intravena, bisa diberikan pada neonatus yang lahir dari ibu dengan gonore yang tidak diterapi.

Kasus 1 “Katarak Diabetik”

•Oktober 12, 2009 • Tinggalkan sebuah Komentar

KASUS I (KATARAK DIABETIK)

Ny. K(55 th) datang ke poliklinik dengan keluhan blurred vision tanpa nyeri, pandangan berkabut, fotophobia, diplopia pada satu mata, mata berair, pandangan lebih jelas pada malam hari. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu. Gula darah sewaktu mencapai 240 mg/dl. Oleh dokter klien dianjurkan untuk operasi. Klien menanyakan jenis makanan yang terbaik bagi penyakitnya.

LO :

  1. Patofisiologi katarak
  2. Jenis operasi yang digunakan dalam mengatasi katarak
  3. NCP Pra + Post
  4. Pengaturan nutrisi untuk pasien katarak
  5. Farmakologi untuk penyakit katarak
  6. Legal Etik pada penyakit katarak

Pembahasan

Katarak adalah kelainan mata berupa kekeruhan lensa yang mengakibatkan pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan oleh mata, seperti melihat air terjun.

Etiologi katarak dibedakan menjadi 3 jenis, antara lain :

  1. Katarak Kongenital (Developmental) : Kekeruhan pada lensa yang timbul pada saat pembentukan lensa pada usia bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita rubella, hipotiroid, galaktosemia.
  2. Katarak Primer (Degeneratif) : Ada 3 golongan, yaitu katarak Juvenilis ( < 20 th ), presenilis ( sampai dengan 50 th ), dan senilis ( > 50 th ).

Dibadi menjadi 4 stadium :

– Stadium Insipien : visus belum terganggu ( 5/5-5/6), kekeruhan terutama bagian perifer berupa bercak-bercak seperti jari-jari roda

– Stadium Imatur : kekeruhan belum mengenai seluruh lensa

– Stadium Matur : lensa telah keruh seluruhnya sehingga semua sinar yang masuk pupil dipantulkan kembali

– Stadium Hipermatur : terjadi kerusakan kapsul lensa menjadi lebih permeable sehingga isi korteks dapat keluar & lensa menjadi kempis yang dibawahnya terdapat nucleus lensa

  1. Katarak Komplikata (Degeneratif) : jenis ini terjadi sekunder atau sebagai komplikasi dari penyakit lain. Penyebabnya :

– Gangguan okuler, karena retinitis pigmentosa, glaucoma, ablasio retina yang sudah lama, uveitis, myopia maligna

– Penyakit sistemik : DM, hipoparatiropid, sindrom down, dermatitis tropic

– Trauma : tumpul, pukulan, benda asing di dalam mata, terpajan panas berlebihan, sinar-X, radioaktif, toksik mata.

Dari penjelasan di atas, kelompok menyimpulkan bahwa klien ini mengalami Katarak Diebetik.

1. Patofisiologi :

patofisiologi bagian 1 dan patofisiologi bagian 2

2. Jenis Operasi

Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan penyulit seperi glaukoma dan uveitis.

Tekhnik yang umum dilakukan adalah ekstraksi katarak ekstrakapsular, dimana isi lensa dikeluarkan melalui pemecahan atau perobekan kapsul lensa anterior sehingga korteks dan nukleus lensa dapat dikeluarkan melalui robekan tersebut. Namun dengan tekhnik ini dapat timbul penyulit katarak sekunder. Dengan tekhnik ekstraksi katarak intrakapsuler tidak terjadi katarak sekunder karena seluruh lensa bersama kapsul dikeluarkan, dapat dilakukan pada yang matur dan zonula zinn telah rapuh, namun tidak boleh dilakukan pada pasien berusia kurang dari 40 tahun, katarak imatur, yang masih memiliki zonula zinn. Dapat pula dilakukan tekhnik ekstrakapsuler dengan fakoemulsifikasi yaitu fragmentasi nukleus lensa dengan gelombang ultrasonik, sehingga hanya diperlukan insisi kecil, dimana komplikasi pasca operasi lebih sedikit dan rehabilitasi penglihatan pasien meningkat.

Solusi untuk menyembuhkan penyakit katarak secara medis umumnya dengan jalan operasi. Lapisan di mata diangkat dan diganti lensa buatan (lensa intraokuler). Operasi ini cukup riskan dan tidak menjanjikan kesembuhan 100%. Baru-baru ini ditemukan teknologi canggih, yakni operasi dengan sinar laser.

Operasi katarak mempunyai tingkat keberhasilan yang lumayan tinggi. Menurut laporan, 9 dari 10 orang yang menjalani operasi katarak, pulih penglihatannya seperti sedia kala. Walaupun, beberapa diantaranya masih memerlukan kacamata.

Saat ini, setidaknya ada tiga macam teknik operasi katarak, yaitu:

1. Fakoemulsifikasi. Teknik operasi ini paling banyak digunakan. Keuntungannya adalah lama operasi lebih singkat, yaitu kurang dari 30 menit. Selain itu, membutuhkan obat pemati rasa lebih sedikit dan tidak perlu penjahitan. Pada fakoemulsifikasi, dengan menggunakan mikroskop operasi, ahli bedah mata akan melakukan sayatan yang sangat kecil pada permukaan mata, dekat dengan kornea. Kemudian, melalui sayatan tersebut dimasukkan bilah ultrasonik. Bilah tersebut akan bergetar dan menghancurkan lensa mata yang telah mengeruh. Lensa yang telah hancur berkeping-keping kemudian diisap keluar, juga melalui bilah ultrasonik tersebut. Setelah semua sisa lensa dikeluarkan, dipasang sebuah lensa buatan pada posisi yang sama dengan posisi lensa mata sebelumnya.

2. Pembedahan ekstrakapsuler. Cara ini umumnya dilakukan pada katarak yang sudah parah, dimana lensa mata sangat keruh sehingga sulit dihancurkan dengan teknik fakoemulsifikasi. Selain itu, juga dilakukan pada tempat-tempat dimana teknologi fakoemulsifikasi tidak tersedia. Teknik ini membutuhkan sayatan yang lebih lebar, karena lensa harus dikeluarkan dalam keadaan utuh. Setelah lensa dikeluarkan, lensa buatan dipasang untuk menggantikan lensa asli, tepat di posisi semula. Teknik ini membutuhkan penjahitan untuk menutup luka. Selain itu perlu penyuntikan obat pemati rasa di sekitar mata.

3. Pembedahan intrakapsuler. Teknik ini membutuhkan sayatan yang lebih besar lagi dibandingkan dengan teknik ekstrakapsuler. Pada teknik ini, ahli bedah akan mengeluarkan lensa mata besarta selubungnya. Berbeda dengan kedua teknik sebelumnya, pemasangan lensa mata buatan pada teknik pembedahan intrakapsuler bukan pada tempat lensa mata sebelumnya, tapi ditempat lain yaitu di depan iris. Teknik ini sudah jarang digunakan. Walaupun demikian, masih dilakukan pada kasus trauma mata yang berat.

  1. 3. Nursing Care Plan :

1) Pengkajian

  1. Biografi Data

Nama : Ny. K

Umur : 55 th

  1. Anamnesa

– Keluhan Utama : blurres vision tanpa nyeri

– Riwayat kesehatan sekarang :

P : klien mengeluh pandangan berkabut.

Q : –

R : klien mengeluh diplopia pada salah satu mata dan lensa mata buram seperti kaca susu

S : –

T : –

– Riwayat kesehatan Dulu : menanyakan apakah klien pernah atau sedang mengalami penyakit degenerative seperti DM.

– Riwayat kesehatan keluarga : menanyakan apakah ada anggota keluarga yang memiliki riwayat DM atau penyakit mata lain.

– Riwayat Trauma : menanyakan apakah klien pernah mengalami trauma tembus ataupun tidak tembus yang dapat merusak lensa mata.

– Riwayat Pekerjaan : menanyakan apakah klien bekerja di daerah yang berhubungan dengan bahan kimia atau terpapar radioaktif /sinar-X

– Riwayat penggunaan obat : menanyakan apakah klien mengkonsumsi obat-obatan yang berpengaruh buruk pada matanya

  1. Pemeriksaan Fisik

– Inspeksi dengan penlight menunjukkan pupil putih susu dan pada katara lanjut terdapat area putih keabu-abuan di belakang pupil

– Inspeksi pupil menggunakan penlight : saat diberi cahaya mata klien reflex menghindar karena terlalu silau akibat daya akomodasi lensa menurun, oleh kerena itu klien lebih jelas melihat pada tempat yang redup

– Kaji visus : terdapat penurunan signifikan

  1. Pemeriksaan Diagnostik

– Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atropi lempeng optic, papiledema perdarahan

– Kartu mata Snellen / mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina

– A-Scan ultrasound (Echography)

– Hitung sel endotel : 2000 sel/mm3 . merupakan kandidat baik untuk dilakukan fakoemulsifikasi & implantansi IOL

– Pengukuran Tonografi : TIO (12-25 mmHg)

– Darah lengkap, LED: menunjukkan anemi sistemik, infeksi

– Tes Toleransi Glukosa : untuk mengontrol DM

2) Diagnosa & Asuhan Keperawatan

askep bag 1, askep bag 2, askep bag 3

Perawatan pra pembedahan :

– Fungsi retina harus baik yang diperiksa dengan tes proyeksi sinar

– Tidak boleh ada infeksi pada mata/jaringan sekitar

– Tidak boleh ada glaucoma. Pada keadaan glaucoma, pembuluh darah retina telah menyesuaikan diri dengan TIO yang tinggi. Jika dilakukan operasi, pada waktu kornea dipotong, TIO menurun, pembuluh darah pecah dan menimbulkan perdarahan hebat. Juga dapat menyebabkan prolaps dari isi bulbus okuli seperti iris, badan kaca, dan lensa

– Periksa visus

– Keadaan umum harus baik : tidak ada hipertensi, tidak ada diabetes mellitus, tidak ada batuk menahun dan penyakit jantung seperti dekompensasi kordis

– 2-3 hari sebelum operasi, mata diberi salep

– 1 hari sebelum operasi, mata ditetesi homatropin 3×1 tetes untuk dilatasi pupil

– Sore hari bulu mata dicukur, yakinkan klien bahwa bulu mata akan tumbuh lagi.

– Kerjakan transchanal spoeling (Uni Anel). Uji Anel negative merupakan kontraindikasi mutlak untuk operasi intraokuler karena kuman dapat masuk ke mata

– Beri salep antibiotic, jika perlu luminal tablet

– Anjurkan mandi dan keramas sebelum operasi

– Injeksi luminal dan mata ditetesi pantokain tiap menit selema 5 menit

Perawatan pasca pembedahan :

– Pascaoperasi hanya boleh minum saja, 2 jam pascaoperasi makan makanan lunak

– Pertahankan posisi semi fowler atau sesuai advis

– 6 jam pascaoperasi kepala baru boleh bergerak dan tidur miring ke arah mata yang tidak dioperasi

– Laporkan adanya drainase pada balutan kepada dokter bedah/dokter mata

– Lakukan kompres dingin jika mata gatal

– Kurangi/batasi klien untuk batuk, membungkuk, bersin, mengangkat benda berat lebih dari 7,5 kg dan tidur/berbaring pada sisi operatif (karena akan meningkatkan TIO)

– Rekomendasikan kacamata pada siang hari dan pelindung mata pada malam hari

3) Kolaboratif

Pada klien katarak ini, perlu diindikasikan untuk dilakukan pembedahan.Pembedahan diindikasikan bila :

– Koreksi tajam penglihatan yang terbaika dapat dicapai 20/50

– Ketajaman pandang mempengaruhi keamanan/kualitas hidup

– Visualisasi segmen posterior sangat perlu untuk mengevaluasi perkembangan berbagai penyakit retina atau saraf optikus, seperti diabetes dan glaucoma

– Katarak sudah sampai tahap matur

Jenis pembedahan Katarak mencakup 3 cara :

  1. ECCE ( Extracapsular Cataract Extractie ) : korteks dan nucleus diangkat melalui pemecahan/perobekan kapsul lensa anterior. Kapsul posterior ditinggalkan untuk mencegah prolaps vitreus, untuk melindungi retina dari sinar ultraviolet dan memberikan sokongan untuk implantasi IOL.
  2. ICCE ( Intracapsular Cataract Extractie ) : seluruh lensa bersama kapsul diangkat. Salah satu tekniknya, menggunakan cryosurgery, lensa dibekukan dengan probe super dingin, lalu diangkat.
  3. ECCE dengan fakoemulsifikasi : fragmentasi nucleus lensa dengan gelombang ultrasonic. Jaringan dihancurkan dan debris diangkat melalui penghisapan (suction).

Dari penjelasan di atas, kelompok menyimpulkan bahwa jenis operasi yang digunakan klien adalah fakoemulsifikasi.

4) Pendidikan Kesehatan

Pada klien katarak baik sebelum pembedahan maupun setelah pembedahan, perlu diberikan pendidikan kesehatan dalam merawat matanya, antara lain :

– Diberikan pengetahuan mengenai perawatan diri setelah dioperasi

– Dianjurkan untuk menjaga kebersihan mata

– Menginformasikan pada klien bahwa bila dilakukan pembedahan, 90% pasien pasca bedah dapat mempergunakan matanya seperti sediakala

– Diinformasikan pada klien, pasca bedah pasien dikontrol kembali sehari kemudian dan kemudian setiap minggu bila diperlukan. Pasien kembali 6 minggu kemudian untuk pemeriksaan yang lengkap pasca bedah. Pasien akan mendapatkan kaca mata 6-8 minggu pasca bedah

– Sewaktu pasien pulang pasca pembedahan diberikan penerangan secukupnya apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan

  1. 4. Pengaturan Nutrisi :

Karena klien Ny. K memiliki riwayat diabetes mellitus, maka nutrisi harus dijaga sesuai pengontrolan gula darahnya. Hal-hal yang harus diperhatikan, antara lain :

– Menghindari makanan yang banyak mengandung kolestrol : kuning telor, otak, jeroan, daging berlemak, keju, kerang.

– Menghindari makanan yang banyak mengandung lemak jenuh : gorengan, minyak kelapa, santan.

– Menghindari gula murni : permen, gula< 5% kebutuhan kalori, garam 1 sendok teh/hari.

– Makan buah-buahan yang banyak mengandung vit.C

– Konsumsi minyak sayuran, sayuran, buncis kecambah, kacang-kacangan, dll.

– Vit C dan E dapat memperjelas penglihatan karena merupakan antioksida yang dapat menurunkan oksidatif mata

– Hindari obat penurun koletrol karena meningkatkan kekeruhan lensa

– Pasien dapat menggunakan aldose rductase inhibitor untuk menghambat glukosa menjadi sorbitol agar sorbitol tidak semakin berakumulasi.

  1. 5. Farmakologi :

– Obat tetes mata keben : mengobati seluruh penyakit mata & terapi pengobatan pascaoperasi

– Asetazolamid/metazolamid, untuk menurunkan TIO

– Obat-obat Simpatomimetik, misalnya fenilefrin untuk vasokontriksi dan midriasis

– Parasimpatolitik untuk menyebabkan paralisis dan menyebabkan otot siliaris tidak dapat menggerakkan lensa

– Asetaminopen & aksicodon : pasca operasi

– Jangan mengkonsumsi aspirin

– Antiemetik, menghindari mual muntah karena dapat menurunkan TIO

– Analgesic, digunakan untuk ketidaknyamanan ringan, meningkatkan istirahat atau mencegah gelisah yang dapat mempengaruhi TIO

– Antibiotik (steroid), digunakan untuk menurunkan inflamasi

  1. Konsep Legal Etik :

– Autonomi : maksudnya adalah memberikan pilihan yang terbaik untuk pain tanpa harus memaksakan kehendak kita. Segala keputusan ada di pihak pasien. Perawat hanya menjelaskan baik dan buruk untuk pasien.

– Nonmaleficience : Menghindari segala bahaya yang nantinya akan terjadi kepada pasien.

– Keadilan : Perawat harus memperlakukan pasien dengan adil tanpa melihat pangkat atau jabatan dari si pasien. Semua pasen diperlakukan sama.

– Kesetiaan : Memegang janji maksudnya menjaga kerahasiaan pasien.

– Kerahasiaan : Menghormati informasi tertentu maksudnya perawat memberikan setiap informasi untuk pasien. Namun jika informasi itu ada yang harus dirahasiakan perawat harus mampu menyimpan informasi itu sebaik mungkin.

– Tanggung jawab : Perawat harus mampu melaksanaan tugas yang diberikan sebaik mungkin.

– Tanggung gugat : Selain tanggung jawab perawat juga memiliki rasa tanggung gugat maksudnya perawat harus mampu memberikan alasan atas tindakan yang ia lakukan ketika nanti jika ada pasien yang merasa bahwa tindakan perawat itu masih jauh dari maksimal.

– Inform consent : Meminta persetujuan dari pasien ketika perawat akan melakukan setiap tindakan. Perawat juga harus mampu memberikan resiko potensial, keuntungan , alternatif dan keburukan yang akan terjadi kepada pasien. Serta perawat juga harus memberikan kebebasan untuk memilih kepada pasien.

Tambahan

Konsep Katarak

Katarak adalah istilah kedokteran untuk setiap keadaan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa atau dapat juga akibat dari kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Jumlah dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi.

Katarak merupakan keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di dalam kapsul mata. Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu. Katarak dapat terjadi pada saat perkembangan serat lensa masih berlangsung atau sesudah serat lensa berhenti dalam perkembangannya dan telah memulai proses degenerasi.

Katarak merupakan penyakit mata yang dicirikan dengan adanya kabut pada lensa mata. Lensa mata normal transparan dan mengandung banyak air, sehingga cahaya dapat menembusnya dengan mudah. Walaupun sel-sel baru pada lensa akan selalu terbentuk, banyak faktor yang dapat menyebabkan daerah di dalam lensa menjadi buram, keras, dan pejal. Lensa yang tidak bening tersebut tidak akan bisa meneruskan cahaya ke retina untuk diproses dan dikirim melalui saraf optik ke otak.

Klasifikasi

Katarak dapat diklasifikasikan menjadi :

  • Berdasarkan penyebab terjadinya kekeruhan lensa ini dapat :

1.Primer, berdasarkan gangguan perkembangan dan metabolisme dasar

2.Sekunder, akibat tindakan Pembedahan lensa. katarak yang disebabkan oleh konsumsi obat seperti prednisone dan kortikosteroid, serta penderita diabetes. Katarak diderita 10 kali lebih umum oleh penderita diabetes daripada oleh populasi secara umum.

3.Komplikasi penyakit lokal ataupun umum

  • Berdasarkan usia pasien, katarak dapat dibagi dalam :

Katarak congenital, katarak yang terlihat pada usia dibawah 1 tahun

Katarak juvenil, katarak yang terlihat pada usia di atas 1 tahun dan di bawah 40 tahun.

Katarak presenil, yaitu katarak sesudah usia 30-40 tahun

Katarak senile, yaitu katarak yang mulai terjadi pada usia lebih dari 40 tahun

  • Berdasarkan lokasinya, terdapat 3 jenis katarak ini, yakni nuclear sclerosis, cortical,

dan posterior subcapsular. Nuclear sclerosis merupakan perubahan lensa secara perlahan sehingga menjadi keras dan berwarna kekuningan. Pandangan jauh lebih dipengaruhi daripada pandangan dekat (pandangan baca), bahkan pandangan baca dapat menjadi lebih baik. Penderita juga mengalami kesulitan membedakan warna, terutama warna birru. Katarak jenis cortical terjadi bila serat-serat lensa menjadi keruh, dapat menyebabkan silau terutama bila menyetir pada malam hari. Posterior subcapsular merupakan terjadinya kekeruhan di sisi belakang lensa. Katarak ini menyebabkan silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya terang, serta pandangan baca menurun.

Etiologi

Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan tetapi, katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda.

Penyebab katarak lainnya meliputi :

  • Faktor keturunan.
  • Cacat bawaan sejak lahir.
  • Masalah kesehatan, misalnya diabetes.
  • Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid.
  • gangguan metabolisme seperti DM (Diabetus Melitus)
  • gangguan pertumbuhan,
  • Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama.
  • Rokok dan Alkohol
  • Operasi mata sebelumnya.
  • Trauma (kecelakaan) pada mata.
  • Faktor-faktor lainya yang belum diketahui.

Penyebab utama katarak adalah proses penuaan . Anak dapat menderita katarak yang biasanya merupakan penyakit yng diturunkan, peradangan di dalam kehamilan, keadaan ini disebut sebagai katarak congenital.

Berbagai faktor dapat mengakibatkan tumbuhnya katarak lebih cepat. Faktor lain dapat mempengaruhi kecepatan berkembangnya kekeruhan lensa seperti DM, dan obat tertentu, sinar ultraviolet B dari cahaya matahari, efek racun dari rokok, dan alkoho, gizi kurang vitamin E, dan radang menahan di dalam bola mata. Obat yang dipergunakan untuk penyakit tertentu dapat mempercepat timbulnya katarak seperti betametason, klorokuin, klorpromazin, kortizon, ergotamin, indometasin, medrison, pilokarpin dan beberapa obat lainnya.

Penyakit infeksi tertentu dan penyakit seperti DM, dapat mengakibatkan timbulnya kekeruhan lensa yang akan menimbulkan katarak komplikata.

Cedera mata dapat mengenai semua umur seperti pukulan keras, tusukan benda, terpotong, panas yang tinggi, bahan Kimia, dapat merusak lensa mata dan keadaan ini di sebut sebagai katarak traumatic.

Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Katarak kebanyakan muncul pada usia lanjut. Data statistik menunjukkan bahwa lebih dari 90% orang berusia di atas 65 tahun menderita katarak. Sekitar 550% orang berusia 75— 85 tahun daya penglihatannya berkurang akibat katarak. Walaupun sebenarnya dapat diobati, katarak merupakan penyebab utama kebutaan di dunia.

Seorang penderita katarak mungkin tidak menyadari telah mengalami gangguan katarak. Katarak terjadi secara perlahan-perlahan sehingga penglihatan penderita terganggu secara berangsur. karena umumnya katarak tumbuh sangat lambat dan tidak mempengaruhi daya penglihatan sejak awal. Daya penglihatan baru terpengaruh setelah katarak berkembang sekitar 3—5 tahun. Karena itu, pasien katarak biasanya menyadari penyakitnya setelah memasuki stadium kritis.

Pada awal serangan, penderita katarak merasa gatal-gatal pada mata, air matanya mudah keluar, pada malam hari penglihatan terganggu, dan tidak bisa menahan silau sinar matahari atau sinar lampu. Selanjutnya penderita akan melihat selaput seperti awan di depan penglihatannya. Awan yang menutupi lensa mata tersebut akhirnya semakin merapat dan menutup seluruh bagian mata. Bila sudah sampai tahap ini, penderita akan kehilangan peng­lihatannya.

Patofisiologi

Lensa mata mengandung tiga komponen anatomis an: nukleus korteks & kapsul.nukleus mengalami perubahan warna coklat kekuningan seiring dengan bertambahnya usia.disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri dianterior & posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna.perubahan fisik & kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai infulks air kedalam lensa proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang & mengganggu transmisi sinar.teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peranan dalam melindungi lensa dari degenerasi.jumlah enzim akan menurun dg bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien menderita katarak.

Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleuas, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambah usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nucleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna namapak seperti kristal salju pada jendela.

Perubahan fisik dan Kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi, perubahan pada serabut halus multiple (zunula) yang memanjang daari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa Misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan Kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi. Sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia darn tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.

Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistematis, seperti DM, namun sebenarnya merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan matang ketika orang memasuki decade ke tujuh. Katarak dapat bersifat congenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak didiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering yang berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alcohol, merokok, DM, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama.

https://kelompok8fkep.wordpress.com/wp-content/uploads/2009/10/kasus-1.jpg

https://kelompok8fkep.wordpress.com/wp-content/uploads/2009/10/kasus-1-part-2.jpg

Manifestasi Klinik

Gejala umum gangguan katarak meliputi :

  • Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
  • Peka terhadap sinar atau cahaya.
  • Dapat melihat dobel pada satu mata.
  • Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
  • Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.

Katarak didiagnosisterutama dengan gejala subjektif. Biasanyaaa, pasien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau dan gangguan fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena kehilangan penglihatan tadi. Temuan objektif biasanya meliputi pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak pada oftalmoskop.

Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan kabur atau redup, menyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di mlam hari. Pupil yang normalnya hitam akan tampak kekuningan abu-abu atau putih. Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun dan ketika katarak sudah sangat memburuk lensa koreksi yang lebih kuat pun tak akan mampu memperbaiki penglihatan. Bisa melihat dekat pada pasien rabun dekat (hipermetropia), dan juga penglihatan perlahan-lahan berkurang dan tanpa rasa sakit.

Orang dengan katarak secara khas selalu mengembangkan strategi untuk menghindari silau yang menjengkelkan yang disebabkan oleh cahaya yang salah arah. Misalnya ada yang mengatur ulang perabot rumahnya sehingga sinar tidak akan langsung menyinari mata mereka. Ada yang mengenakan topi berkelapak lebar atau kacamata hitam dan menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai mobil pada siang hari.

Seorang dokter mata akan memeriksa mata dengan berbagai alat untuk menentukan tipe, besar dan letaknya kekeruhan pada bagian lensa. Bagian dalam dari mata diperiksa dengan alat oftalmoskop, untuk menentukan apakah ada kelainan lain di mata yang mungkin juga merupakan penyebab berkurangnya pengliahatan.

Bila diketahui adanya gejala di atas sebaiknya segera diminta pendapat seorang dokter mata. Secara umum seseorang yang telah berusia 40 tahun sebaiknya mendapatkan pemeriksaan mata setiap 1 tahun.

KATARAK

Etiologi

USIA : Penuaan

Penyakit sistemik : DM

Daya akomodasi lensa ↓

Pupil kontriksi >>

Sinar tak tertampung byk pd siang hari

Blurres vision

Pandangan > jelas mlm hari

Lensa scr bertahap kehilangan air

Metabolit larut air dgn BM rendah masuk ke sel pd nucleus lensa

↓ transport air, nutrient, antioksidan ke nukleus

Korteks lensa > terhidrasi drpd nucleus lensa

Lensa mjd cembung

Iris terdorong ke depan

Sudut bilik mata depan sempit

Aliran COA tak lancar

TIO ↑

Komplikasi Glaukoma

Korteks m’produksi serat lensa baru

Serat lensa ditekan menuju sentral

Densitas lensa ↑

Hilangnya transparansi lensa

KEKERUHAN LENSA

Ketidakseimbangan metabolism protein mata

Protein dlm serabut2 lensa dibawah kapsul mengalami deturasi

Protein lensa berkoagulasi

Membentuk daerah keruh menggantikan serabut2 protein

Kadar glukosa darah↑

Kadar glukosa pada aqueus humor ↑

Glukosa dalam lensa ↑

Glukosa à sorbitol oleh enzim aldose reduktase

Sorbitol menetap di dalam lensa

Mata buram spt kaca susu

Gula darah 240 mg/dl

Sinar terpantul kembali

Bayangan tdk sampai ke retina

Blocking sinar yg msk kornea

Bayangan semu yg sampai ke retina

Otak menginterpretasikan sbg bayangan berkabut

Pandangan kabur

Gang. Sensori Perseptual (Visual)

Menghambat jln cahaya ke retina

Pandangan berkabut

Protein lensa terputus disertai dgn influks air ke lensa

Serabut lensa yg tegang mjd patah

Transmisi sinar terganggu

Mata berair

Hello world!

•Oktober 8, 2009 • 1 Komentar

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!